Asal Mula Kabupaten Kotawaringin
Barat
Hari jadi Kabupaten Kotawaringin
Barat tidak dapat dilepaskan dari jejak sejarah Kerajaan Kotawaringin yang
dibangun oleh keturunan Raja Banjar. Bermula ketika Pangeran Adipati Antakusuma
meninggalkan kerajaan Banjar dengan tujuan kearah barat untuk mencari tempat
dimana akan didirikan kerajaan baru. Dengan restu Ayahnda dan Ibunda, Pangeran
Adipati beserta sejumlah pengawal dan beberapa perangkat kerajaan dengan perahu
layar bertolak menuju kearah Barat. Dalam perjalanan banyak tempat yang
disinggahi, antara lain : Teluk Sebangau, Pagatan Mendawai, Sampit, Kuala
Pembuang hingga akhirnya sampai ke Desa Pandau yang dihuni masyarakat suku
Dayak Arut dibawah kepemimpinan Demang Petinggi, di Umpang.
Pangeran Adipati Antakusuma dapat
diterima masyarakat dayak Arut untuk dijadikan raja dari rakyat Dayak dengan
syarat, Raja tidak boleh memperlakukan rakyat dayak sebagai hamba, melainkan
pembantu utama dan kawan dekat atau sebagai saudara yang baik. Rakyat tidak
akan menyembah sujud kehadapan Pangeran Adipati Antakusuma. Syarat itu diterima
Pangeran Adipati, termasuk syarat agar dibuat perjanjian bermaterai darah
manusia dari seorang suku Dayak dan seorang dari rombongan Pangeran Adipati.
Sebelum dikorbankan, kedua orang yang mewakili masing-masing pihak, mengambil
sebuah batu yang harus ditancapkan ketanah sebagai bukti turun temurun, saksi
sepanjang masa, melalui upacara adat, batu itu sekarang terkenal dengan nama “
BATU PETAHAN” di Pandau Kecamatan Arut Utara. Pada upacara adat, korban yang
mewakili suku Dayak menghadap kehulu asal datangnya, korban yang mewakili
rombongan Pangeran Adipati menghadap kehilir, mengibaratkan asal datangnya.
Upacara adat Sumpah Setia / perjanjian ini akhirnya dinamai “ PANTI DARAH JANJI
SEMAYA”.
(sumber “Koran Kotawaringin Pos”
Oktober 2000)
Sejak Belanda mengakui kedaulatan RI
tanggal 17 Desember 1949, berdasarkan UU No. 22 Tahun 1949 lahirlah Kabupaten
Kotawaringin dengan Ibukota Sampit yang dipimpin oleh Bupati Kepala Daerah :
TJILIK RIWUT. Daerah Swapraja Kotawaringin pada saat itu hanya setingkat dengan
kewedanan dengan ibukota Pangkalan Bun yang termasuk daerah kekuasaan Wedana/
Wakil Kepala Daerah yang waktu itu bernama : BASRI. Dewan Perwakilan Rakyat
Daerah Sementara (DPRDS) Kabupaten Kotawaringin berkedudukan di Sampit. Karena
daerah ini merupakan sebagian dari daerah Kab. Kotawaringin maka untuk
wakil-wakil rakyat yang duduk di lembaga legislatif dipilih dan diambil dari
partai yang ada. Seperti : M. ABDULLAH MAHMUD dari Masyumi, AHMAD SAID dari
BPRI, DAHLAN ABBAS dari Masyumi, M. SAHLOEL dari PNI, GUSTI M. SANUSI dari PNI,
DJAINURI dari SKI dan I. ISMAIL dari Parkindo.
Setelah beberapa tahun daerah ini
berada dilingkungan Kab. Kotawaringin, atas dasar kemauan rakyatnya yang
disalurkan melalui partai-partai, daerah Swapraja Kotawaringin / Kewedanan
Pangkalan Bun diminta untuk memisahkan diri dari kab. Kotawaringin dan
penghapusan swaparaja menjadi kabupaten yang berdiri sendiri. Tuntutan
masyarakat ini disalurkan melalui wakil-wakilnya yang duduk di DPRDS. Aspirasi
rakyat ini kemudian diperjuangkan dalam sidangnya yang pertama dengan
mengajukan mosi pada tanggal 21 Juni 1955. Sidang DPRDS menyetujui mosi yang
dikuatkan dengan Keputusan DPRDS Kab. Kotawaringin. Resolusi Sampit tanggal 30
Juni 1955 itu kemudian disampaikan kepada Menteri Dalam Negeri di Jakarta,
Gubernur/Kepala Daerah Propinsi Kalimantan Selatan di Banjarmasin, Residen
Kalimantan Selatan di Banjarmasin, dan Bupati kabupaten Kotawaringin di Sampit.
Kemudian datanglah utusan dari
parlemen (DPR) pusat ke Pangkalan Bun, tujuannya untuk melihat dari dekat
keberadaan daerah dan masyarakat, terutama tentang keinginan yang menjiwai mosi
tersebut. Setelah yakin bahwa mosi itu keinginan masyarakat, maka pemerintah
pusat mengeluarkan UU No. 27 tentang Pemecahan Kabupaten Kotawaringin menjadi
Daerah Tingkat II Kotawaringin Timur dengan Ibukota Sampit dan Daerah Tingkat
II Kotawaringin Barat dengan Ibukota Pangkalan Bun. Saat itu kedua Daerah
Tingkat (Dati) II sudah berada dalam Propinsi Kalimantan Tengah, selanjutnya
pada tanggal 03 Oktober 1959 Gubernur TJILIK RIWUT atas nama Menteri Dalam
Negeri meresmikan Kabupaten Kotawaringin Barat di BALAI SEMBAGA MAS, Pangkalan
Bun, dan sebagai bupati pertama adalah : C. MIHING.
(sumber “Koran Borneo” Oktober 2000)
A. Pendidikan di Kalimantan Tengah
Meperhatikan warta faktual pendidikan
Kalimantan Tengah saat ini, ibarat melihat potret setengah badan yang tidak di
ketahui kondisi utuh yang sesungguhnya. Hal ini nampak bila kita telusuri ke
daerah-daerah pelosok, dimana masih sangat banyak kekurangan dibidang ini. Baik
dari segi kebijakan daerah, sarana – prasarana, permasalahan guru (termasuk
pendidik bidang agama untuk siswa yang bukan seagama), masalah buku dan hal
lain yang mungkin masih jauh lebih parah dari yang kita bayangkan, sangat jauh
dari potret yang selama ini ditampilkan, kondisi sesungguhnya sangat
memprihatinkan.
Terperangahnya Kepala Dinas Pendidikan
Kalimantan Tengah melihat kondiasi pisik sekolah dibeberapa daerah (Kalimantan
Tengah Pos 7&8/11/2005) sebenarnya belum apa-apa bila di bandingkan
dengan potret utuh pendidikan Kalimantan Tengah yang sesungguhnya. Sehingga
menjadi hal pasti bila rendahnya taraf pendidikan masayarakat lebih parah dari
rendahnya taraf pendidikan aparatur pemerintahan. Sekolah tanpa dinding,
sekolahan uzur, tidak proporsionalnya jumlah guru dikota dan di desa serta
setumpuk permasalahan pendidikan yang nampak di depan mata kita, hanya potret yang
tercabik, gambaran tidak utuh dari pendidikan di Kalimantan Tengah.
Sisi lain dari
kondisi pendidikan seperti masalah mutu, manajemen, anggaran, sistem pengawasan
pelaksanaan pendidikan, belum di lihat secara detail. Ketika kita
berbicara tentang mutu pendidikan Kalimantan Tengah sudah pasti akan dihadapkan
dengan berbagai alasan untuk membenarkan bahwa rendahnya mutu pendidikan disini
dikarenakan faktor minimnya sarana penunjang, sehingga jangankan bicara mutu
sedangkan gedung dan jumlah guru maupun sarana penunjang lainnya pun masih
sangat jauh dari harapan. Kondisi ini tidak dapat disalahkan menjadi tantangan
kedepan adalah apakah akan ada perubahan signifikan dari kondisi saat ini, atau
hanya terjadi perubahan yang tidak terlampau menggembirakan, sekedar daripada
tidak ada perubahan sama sekali.
Dengan doa dan ikhtiar semoga dimasa yang akan datang
perubahan bidang pendidikan benar – benar terjadi dan sesuai harapan.
“Bangunlah Badannya, Bangunlah Jiwanya”.
B. Penduduk Di Kalimantan Tengah
Penduduk atau Suku
Asli Kalimantan Tengah adalah Suku Dayak, dalam perkembangan selanjutnya
Propinsi Kalimantan Tengah juga dihuni oleh suku bangsa lainnya antara lain
Suku Banjar, Jawa, Sunda, Batak, Bugis, Ambon, Padang, dan lainnya.
C.
Kebudayaan
1.
Seni
musik yang dikenal di daerah ini antara lain:
Chordophone
·
Kacapi
·
Rebab
|
Idiophone
·
Berbagai jenis Gong
·
Kangkanung
|
Membranophone
|
2.
Seni
vokal yang populer di wilayah ini adalah:
|
|
|
|
3.
Tarian
yang terdapat di daerah ini antara lain:
|
|
|
4.
Seni
kriya yang berkembang di wilayah ini adalah:
·
Seni Pahat patung Sapundu
|
|
5.
Seni
bela diri
6.
Upacara
Adat
•
Wadian
•
Upacara
Tiwah ( upacara memindahkan tulang belulang keluarga yang telah meninggal )
•
Wara
( upacara pemindahan tulang belulang keluarga yang telah meninggal )
7.
Pengantin
Busana pengantin
pria Dayak Kalimantan Tengah memakai celana panjang sampai lutut, selempit
perak atau tali pinggang
dan tutup kepala.
Harrah's Casino & Resort - MapyRO
BalasHapusHarrah's Cherokee Casino & Resort is 안양 출장샵 located in the heart of the Great 당진 출장안마 Smoky Mountains 화성 출장마사지 of Western 부천 출장샵 North Carolina. The 김해 출장샵 casino is open daily 24 hours